Banyak orang menggunakan media sosial untuk melampiaskan emosi, bahkan mereka yang memiliki kedudukan sosial dan pendidikan yang tinggi. Dalam statusnya mereka mengumpat, menghujat, memaki dengan cara halus maupun kasar.
Apa manfaatnya? Atau adakah manfaatnya? Bila ada, siapa yang mendapatkan manfaat?
Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi selalu mampu mengendalikan diri. Mereka selalu mampu bersikap efektif, memiliki tujuan yang jelas dalam setiap tindakan. Jangankan dalam media public yang luas, pada lingkungan kecil terbatas pun mereka akan selalu memikirkan dampak perbuatan bagi diri sendiri dan lingkungan.
Saat ada teman kerja yang uring-uringan di tempat kerja, muka cemberut dan mengomel tidak jelas, Anda pasti merasa terganggu bahkan merasa tertuduh. Teman tersebut tidak menyebut siapa yang membuatnya marah meskipun dia berbicara keras dengan artikulasi yang jelas. Orang seperti itu bisa dipastikan memiliki kecerdasan emosi yang rendah.
Anda dan teman-teman lain ,yang berada di sekitarnya, masing-masing pasti menduga-duga siapa yang dia maki, dan wajar bila menduga Anda sendirilah yang menjadi sasaran kemarahannya. Maka mulailah Anda menduga-duga sikap dan tindakan yang mana yang membuatnya marah. Bagus bila Anda mau menerima untuk introspeksi diri, meskipun belum tentu Anda yang dia maksud, tapi fatal bila Anda tidak terima dan sakit hati. Bila Anda memiliki kecerdasan emosi serendah dia, maka Anda mulai melakukan hal yang sama. Bisa dibayangkan ‘kerusakan’ yang akan terjadi…
Saat ada teman kerja yang uring-uringan di tempat kerja, muka cemberut dan mengomel tidak jelas, Anda pasti merasa terganggu bahkan merasa tertuduh. Teman tersebut tidak menyebut siapa yang membuatnya marah meskipun dia berbicara keras dengan artikulasi yang jelas. Orang seperti itu bisa dipastikan memiliki kecerdasan emosi yang rendah.
Anda dan teman-teman lain ,yang berada di sekitarnya, masing-masing pasti menduga-duga siapa yang dia maki, dan wajar bila menduga Anda sendirilah yang menjadi sasaran kemarahannya. Maka mulailah Anda menduga-duga sikap dan tindakan yang mana yang membuatnya marah. Bagus bila Anda mau menerima untuk introspeksi diri, meskipun belum tentu Anda yang dia maksud, tapi fatal bila Anda tidak terima dan sakit hati. Bila Anda memiliki kecerdasan emosi serendah dia, maka Anda mulai melakukan hal yang sama. Bisa dibayangkan ‘kerusakan’ yang akan terjadi…
Contoh di atas terjadi pada lingkungan yang terbatas, hanya sebatas lingkungan di tempat kerja. Bagaimana dengan media sosial?
“Status-statusku sendiri terserah aku…!”
“dinding-dindingku sendiri, terserah aku mau kucorat-coret seperti apa…!”
“dinding-dindingku sendiri, terserah aku mau kucorat-coret seperti apa…!”
Benarkah seperti itu??
Orang-orang yang memiliki pendapat seperti itu selain memiliki kecerdasan emosi yang rendah juga memiliki wawasan yang sempit. Mereka tidak bisa membedakan ruang pribadi dengan ruang umum. Mereka mengalami kesulitan membedakan antara ruang tamu pribadi dengan tempat umum seperti terminal atau pasar. Mereka pikir berteriak-teriak di tengah pasar adalah hak pribadi yang tidak menganggu orang lain, tidak sadar bahwa itu menyebabkan masalah mereka menjadi semakin besar dan rumit.
Media sosial seperti Facebook, Twitter dan lain-lain, selalu menyediakan jalur pribadi untuk berkomunikasi dengan peserta yang terbatas dan tertentu. Orang-orang yang memiliki kecerdasan emosi dan paham teknologi pasti akan menggunakan fasilitas itu untuk menyelesaikan masalah mereka, tidak menceracau kacau tidak jelas di depan public.
Pilihan di tangan (jari-jari) Anda sendiri, mau menghinakan diri sendiri di depan banyak orang atau bersikap cerdas bermartabat.
ConversionConversion EmoticonEmoticon